TULISAN PAK ADIL TURNIP DARI SUMATERA UTARA

 MENULIS SEMUDAH CEPLOK TELUR 

Adil Johanes Turnip


Tulisan ini saya tampilkan di blog saya, karena sangat menyentuh hati saya sebagai Narasumber Menulis yang memberikan motivasi kepada semua umat, bukan hanya guru saja. Bahwa "Menulis itu Semudah Ceplok Telur". Jangan menulis dan berpikir tentang apa yang akan kita tuliskan, tetapi tuliskanlah apa yang ada dipikiranmu. Niscaya karya itu akan selalu ada dalam setiap helaan nafas kita.

Semangat yaa . . .

Pak Adil terima kasih ya, Tuhan memberkati sudah ikhlas berbagi, aamiin


        Pernahkah kita berpikir mengapa para redaktur majalah dan surat kabar jago menulis? Menulis dalam arti mengungkapkan sebuah gagasan ataupun persoalan dalam narasi dan bahasa yang menarik, mudah dimengerti, memiliki alur dan ciri tersediri dan tentu saja menggelitik. Ibarat menikmati secangkir kopi dengan aroma dan rasa yang khas, impresif dan pasti kita ingin lagi. Bagi orang yang menikmati sastra, tulisan yang bagus akan membuat ketagihan untuk membaca karya  yang lain dari penulis yang sama. Kembali kepertanyaan diatas, penulis meyakini para redaktur adalah manusia biasa yang pada awalnya menulis merupakan pekerjaan yang menuntut kerja keras dan fokus. Deadline yang disadari atau tidak menjadikan redaktur menjadi pribadi yang tertempa untuk menulis dan membaca setiap hari yang awalnya mungkin sebuah keterpaksaan lama kelamaan berubah menjadi kebiasaan. Karena media yang dikelola adalah “milik public” para redaktur adalah orang-orang yang telah menyerahkan hati, pikiran dan hidupnya untuk dunia menulis (jurnalistik). Disiplin dan konsisten adalah kunci mengapa para redaktur sangat piawai dalam menulis.

            Dalam kondisi pandemic seperti ini, pelatihan menjadi hal yang mudah dan terjangkau. Banyak pelatihan menulis yang bisa kita ikuti secara daring dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Beragam mulai dari karya tulis ilmiah, jurnal sampai menulis buku dan artikel di media. Apakah setelah mengikuti pelatihan seseorang akan berubah dengan sendirinya menjadi penulis yang bagus? “Tidak semudah itu Ferguso” begitu istilah zaman sekarang. Menulis itu membutuhkan proses, sebagai bukti kita bisa melihat postingan media social kita sepuluh tahun lalu. Mungkin ada yang terasa lucu dan membuat kita sedikit malu, padahal pada masanya kita menuliskan status tersebut semua terasa baik-baik saja. Lantas apanya yang salah? Tidak ada yang salah, setelah sekian lama menulis di media social kita tentunya semakin matang dan dewasa. Demikian juga dengan menulis, bayangkan perbedaan atrikel atau esai  yang kita tulis pertama kali dengan yang keseratus, jelas berbeda bukan? Penulis yang bagus pastilah penulis yang “teruji” yang sudah merasakan jatuh bangun, pahit manis dunia kepenulisan. Ditolak penerbit, kehabisan ide bahkan nyaris putus asa adalah gambaran perjuangan yang semestinya dilalui setiap penulis. Dinamika yang demikian akan membuat tulisan memiliki “roh” dan makna yang dalam. Tulisan yang akan membuat pembacanya puas seperti nikmatnya secangkir kopi di sore hari.

            Penulis yang bagus sejatinya adalah orang-orang yang tidak perduli. Tidak perduli tulisannya dibaca orang atau tidak, “best seller” atau tidak bahkan diterbitkan atau tidak. Menulis adalah kebutuhan jiwa, mereka akan merasakan kekosongan ketika berhenti menulis bahkan dalam kondisi yang paling sulit sekalipun. Bagaimana Pramoedya Ananta Toer tetap produktif menulis dipenjara, di pembuangan Boven Digul jika menulis bukan kebutuhan jiwanya. Terbukti karya yang ditulisnya di pembuangan tidak kalah bagusnya dengan yang ditulisnya ditempat lain. Menulis adalah kemerdekaan, kebebasan yang menghipnotis dan membuat kecanduan. Dengan menulis kita bisa melawan  tanpa rasa takut, berekspresi tanpa takut salah, bersuara nyaring tanpa nada dan mempengaruhi orang (influence) yang tidak kita kenal. Pelatihan hanya merupakan bingkai agar” kebebasan” tersebut tidak kebablasan dan menyakiti orang lain. Kebebasan disini lebih cenderung kepada menjadi diri sendiri, setiap penulis punya ciri khas tersendiri. Bebas menjadi diri sendiri telah menjadikan tulisan Paulo Coelho, Karl May menjadi sesuatu yang tidak kita temukan dalam tulisan orang lain. Catatan pinggir Goenawan Muhammad di Majalah Tempo tidak pernah membosankan bahkan kemudian dibukukan. Benar bahwa setiap tulisan akan menemukan takdirnya sendiri.

            Menulis mengajarkan kita untuk selalu rendah hati,  karena tulisan yang bagus itu datangnya dari hati. Makna yang hadir dari perenungan, keprihatinan dan pergumulan yang dalam. Menulis juga mengajarkan percaya diri, bagaimana mengekspresikan isi kita dari perspektif dan pemahaman kita sendiri. Menulis juga mengajarkan kita untuk kreatif, tidak pernah berhenti menggali dan mencari sumber yang mengilhami kita untuk melahirkan karya berikutnya. Menulis juga menguji nyali, bagaimana kita menyelesaikan sebuah karya sebelum tenggat waktu (deadline). Begitu holistiknya pembelajaran tentang menulis, yang mengajarkan kita betapa bermanfaatnya mengabadikan pemikiran dan gagasan kita dalam bentuk karya satra. Dari begitu banyaknya tips dan trik bagaimana harus menulis dan sedemikian masifnya pelatihan menulis, kesimpulannya tetaplah satu: Mulailah menulis. Ada begitu banyak penulis yang sukses, tidak pernah megikuti pelatihan menulis. Mereka hanya melakukan apa yang seharusnya, menulis selagi ada waktu, selagi ide dan pemikiran itu masih segar. Waktulah yang akan membuktikan kemudian, tulisan itu membawa dampak bagi pembacanya atau tidak. Dalam dunia menulis tampaknya berlaku falsafah: tugas kita hanya menulis, selanjutnya adalah kehendak Allah Sang Maha Pencipta.


Komentar

  1. Luar biasa pak Adil. Ibu jeli membaca dan menilai.....

    Mksh banyak bunda Lies.

    BalasHapus
  2. Ulasan yang tajam dan mendasar. Terima kasih Bu telah membagikan ke kami juga.

    BalasHapus
  3. Terima kasih atas karya hebat ini. Terima kasih untuk motivasi yang penuh tenaga ini. Terus dan tetaplah menulis dan memberkati banyak orang lewat buah nalar bernas. Gb!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SUAMI DAN KERIDHOANNYA (K.H. Maimun Zubair)

KATA SAMBUTAN ANTOLOGI CERPEN

PROFIL IBU GURU CANTIK