PERTEMUAN KE-7 KBMN PB. PGRI

 

MENGATASI WRITER’S BLOCK

Pernah merasa tidak ada mood menulis?? Hilang ide, terhenti ditengah jalan. Waah jangan-jangan terkena virus WB tuuh.. Apaan itu yaa.. Apa menular?, bagaimana menanganinya?? Yuk kepoin di kelas KBMN malam ini. Dan temukan jawabannya hanya di kelas malam ini. 🖐🏻🖐🏻🖐🏻 see you...

 

*  *  *

 

            Iklan berupa flayer ini nampak di WhatsApp group KBMN angkatan 28 pada hari Senin, 23 Januari 2023 pukul 10.13 WIB. Ibu Ditta wanita Sunda yang lemah lembut dan ayu serta cerdas luar biasa. Saya berulang kali meminta ibu Ditta membantu menjadi narasumber di Nusa Tenggara Timur. Dalam kelas menulis inspirasi bersama AGUPENA (Asosiasi Guru Penulis Indonesia) Wilayah NTT.

            Moderator malam ini adalah Ibu Raliyanti, S.Sos., M.Pd. Ibu guru cantik ini menyapa kami dengan mengingatkan materi kemaren yang luar biasa. “Masih terasa euforia pertemuan sebelumnya. Tantangan menulis dari Prof Eko yang menggoda. Semoga buku bisa terwujud nyata. Tanpa ada Writer's Block yang melanda. Semoga kita semua selalu dalam keadaan sehat wal'afiat, diberikan kemudahan dan dilancarkan urusan kita agar bisa menginspirasi dengan berbagi ilmu yang bermanfaat.. Aamiin.

            Selanjutnya Ibu Raliyanti mengajak kita semua berdoa, “Marilah kita buka kegiatan malam ini dengan sejenak menundukkan kepala, bermunajat... agar ilmu yang didapat malam hari ini bermanfaat dan berkah utk kita semua”. Dan dilanjutkan menyampaikan agenda kegiatan malam ini:

1. Pembukaan

2. Paparan Materi

3. Tanya Jawab

4. Penutup

Dan untuk tanya jawab nanti bisa langsung japri saya (Moderator) di nomor: 08158646xxxx.

            Ibu Rali adalah alumni KBMN gelombang 20 bersama Pak Dail dan bu Helwiyah. Kata beliau: “Alhamdulillah... dengan rutin mengikuti kegiatan, mensupport diri untuk terus menyelesaikan resume on time, saling blog walking memberi semangat (sejatinya saya menyemangati diri saya sendiri) kemudian akhirnya... saya pun dinyatakan lulus karena jumlah  resumenya sesuai kategori dan saya juga berhasil memiliki buku karya sendiri”.

Buku pertama Ibu Raliyanti berjudul "Wujudkan Mimpi Terbitkan Buku" kemudian di tahun berikutnya lahir buku solo yang kedua dengan judul "Guru di Era Digital". Selain itu, ada 17 judul buku antologi yang moderator miliki baik fiksi mau pun nonfiksi.

Ibu Raliyanti memberikan semangat kepada kita semua, bahwa: “Semua ini terwujud karena saya punya mimpi, termotivasi karena komunitas ini dan mendapat support serta ilmu dari narasumber hebat yang ikhlas berbagi tanpa pamrih. Masyaallah...” 💕💕💕💕

Teriring doa tulus dari Ibu Raliyanti kepada semua peserta, “Semoga bapak ibu yang belum punya buku nanti dapat segera menyusul, bisa punya buku karya sendiri. Dan mungkin di grup ini juga sudah ada yang punya buku... semoga tetap terus berkarya dan jangan berhenti begitu saja”

Selanjutnya moderator memperkenalkan diri narasumber malam ini. Seorang ibu muda yang geulis, smart, baik hati dan tidak sombong. Seorang guru dengan prestasi-prestasinya yang luar biasa. Silakan dilihat dulu profil narsum kita malam ini di sini:

https://dittawidyautami.blogspot.com/p/profil.html?m=1

Beliau adalah Ibu Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr., Seorang guru berprestasi dan sangat menginspirasi. Insyaallah bu Ditta sudah siap menyapa dan memberikan materi malam ini yang bertema "Mengatasi Writer's Block"

Ibu Ditta membuka percakapan dengan memberikan pujian kepada kami semua. “Bunda Rali, kalau boleh jujur, saya sangat senang melihat semangat Ibu Bapak dalam KBMN Gelombang ke-28. Hal ini terbukti dari resume yang dihasilkan dari setiap pertemuan. Jumlah yang menulis resume di grup ini jauh lebih banyak dari angkatan kami. Tulisan tulisannya juga sudah bagus-bagus”.

Dengan rendah hati, Ibu Ditta mohon ijin, “Malam ini berbagi tentang pengalaman menulisnya yang nantinya insya Allah berkaitan dengan tema”. Bu Ditta memiliki akun di Kompasiana Ditta dan Blogspot Ditta: https://www.kompasiana.com/ditta13718 , https://dittawidyautami.blogspot.com

Ibu Ditta mulai perkenalkan diri nama Ditta Widya Utami. Saya juga alumni kelas menulis yang kini bernama KBMN. Tepatnya alumni Gelombang Ke-7. Siapa pun yang ingin menjadi penulis andal, maka harus siap dengan prosesnya. Tak bisa instan tentu. Diperlukan jam terbang yang cukup banyak agar bisa menjadi seperti Omjay, Bunda Kanjeng, Pak Dail, Bunda Aam, Bu Rali, Mr. Bams, Prof. Eko, dan lainnya yang tak bisa saya sebut satu per satu.

Kata Bu Ditta, “Saya sendiri sudah senang membaca buku-buku cerita sejak kecil (sebelum SD). Senang menulis sejak di sekolah dasar (dalam buku diary). Lalu ... saat SMP, sering mengirim tulisan ke mading sekolah dan pernah menulis cerita di buku tulis yang dibaca bergiliran oleh teman-teman”.

Atas arahan guru Bahasa Inggris saat itu, ibu Ditta juga menulis diary dalam bahasa Inggris. Ketika SMA, ibu Ditta masih tetap menulis diary. Beberapa teman dekat yang membaca diary-nya sempat berkomentar bahwa tulisan beliau sudah seperti novel.

Namanya anak remaja, banyak emosi yang dituangkan dalam catatan Ditta remaja. Namun belakangan, Ibu Ditta baru tahu bahwa menulis apa pun yang kita rasakan bisa menjadi “self healing” yang baik.

Bahkan saat ini, beberapa psikolog ada yang menyarankan kepada para pasiennya untuk menulis sebagai salah satu cara mengatasi depresi dan sebagainya. Rupanya kebiasaan menulis tersebut memberi banyak manfaat. Misalnya ketika kuliah, ibu Ditta pernah membuat buku Petualangan Kimia bersama rekannya dan diikutsertakan dalam Lomba Kreativitas Mahasiswa di Jurusan. Alhamdulillah meraih posisi kedua.

Di saat kuliah juga, bu Ditta menulis proposal bersama teman-teman dan kami berhasil mendapat dana hibah untuk asosiasi profesi dari Dikti hingga 40 juta. Di tahun 2009-2010 jumlah tersebut tentu sangat besar.

Awal masuk dunia kerja, bisa dibilang saya cukup vakum menulis. Mengajar di “boarding school” dengan aktivitas yang padat membuatnya mengambil jeda sejenak dalam dunia kepenulisan. Hingga akhirnya di awal masa pandemi, saya mengikuti kelas menulis bersama PGRI dan masuk di angkatan ke-7.

Narasumber sangat bersyukur, karena berawal dari arahan untuk membuat resume, saya kemudian kembali aktif menulis di blog. Bahkan berkesempatan menulis bersama Prof. Eko. Alhamdulillah menjadi 1 di antara 9 orang (angkatan pertama tantangan Prof. Eko) yang bukunya terbit di penerbit mayor.

Karena terbiasa menulis juga, alhamdulillah bu Ditta bisa menyelesaikan esai di seleksi Calon Pengajar Praktik Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 3 dan lulus. Alhamdulillah saat ini sedang bertugas lagi di Angkatan 6.

Ibu dan Bapak hebat dimana pun Anda berada, kita yang tergabung dalam grup ini tentu sepakat bahwa “menulis” memiliki banyak manfaat (disadari/tidak). Ada yang menulis karena hobi, kebutuhan, tuntutan profesi, dan lain sebagainya. Apa pun alasannya, aktivitas menulis memang tak bisa lepas dari kita sebagai makhluk yang berbahasa dan berbudaya.

Ibu Ditta menyampaikan: “Apakah kaitannya cerita di atas dengan “writer's block?”. Pertama, mari kita samakan persepsi bahwa aktivitas menulis itu maknanya luas. Sebagaimana dalam kisah di awal, ada tulisan pribadi dalam bentuk diary, ada karya tulis ilmiah, ada cerpen, artikel, resume, dan sebagainya.

Menulis adalah kata kerja yang hasilnya bisa sangat beragam. Oleh karena itu tak hanya novelis, cerpenis, jurnalis atau blogger, namun ada juga copywriter yang tulisannya mengajak orang untuk membeli produk, ada content writer yang bertugas membuat tulisan profesional di website, ada script writer penulis naskah film/sinetron, ada ghost writer, techincal writer, hingga UX writer, dan lain-lain.

Faktanya, penulis-penulis tersebut masih bisa terserang virus WB alias Writer's Block. Tak peduli tua atau muda, profesional atau belum, WB bisa menyerang siapa pun yang masuk dalam dunia kepenulisan.

Oleh karena itu, penting bagi seorang penulis untuk mengenali WB dan cara mengatasinya. Karena ... WB ini bisa menjangkit dalam hitungan detik, menit, hari, minggu, bulan, bahkan tahunan. Tergantung seberapa cepat kita menyadari dan mengatasinya.

Sederhananya, WB adalah kondisi dimana kita mengalami kebuntuan menulis. Tak lagi produktif atau berkurang kemampuan menulisnya. Hal ini bisa terjadi dengan disadari atau pun tidak.

Istilah writer's block sebenarnya sudah ada sejak tahun 1940-an. Diperkenalkan pertama kali oleh Edmund Bergler, seorang psikoanalis di Amerika. Berkaca dari pengalaman, WB ini bisa terjadi berulang. Me-reinfeksi kita sebagai penulis.

Itulah mengapa saya katakan WB ini sebagai "virus" yang sesekali bisa aktif bila kondisinya memungkinkan. Ibarat penyakit, tentu akan lebih mudah disembuhkan bila kita mengetahui faktor penyebabnya, bukan? Begitu pula dengan WB. Agar bisa terhindar atau segera terlepas dari WB, maka kita perlu mengenali penyebabnya.

Berikut adalah beberapa hal yang dapat mengakibatkan WB: Mencoba metode/topik baru dalam menulis sebenarnya bisa menjadi penyebab sekaligus obat untuk WB. Misal ketika jadi penyebab: “Ada orang yang senang menulis cerpen atau puisi. Kemudian tiba-tiba harus menulis KTI yang tentu saja memiliki struktur dan metode penulisan yang berbeda. Bila tak lekas beradaptasi, bisa jadi kita malah terserang WB”.

Lalu bagaimana ini bisa menjadi salah satu obat WB? Jawabannya akan berkaitan dengan faktor penyebab WB yang kedua dan ketiga. Dalam Kamus Psikologi, stres diartikan sebagai ketegangan, tekanan, tekanan batin, tegangan dan konflik.

Lelah fisik/mental akibat aktivitas harian yang padat juga dapat memicu stress. Pada akhirnya, jangankan menulis, kita bisa merasa jenuh dan suntuk. Terserang WB deh. Maka, mencoba hal baru dalam menulis bisa jadi alternatif solusi. Mempelajari hal-hal baru yang berbeda dengan sebelumnya pasti menyenangkan.

Beberapa teman dan ibu Ditta sendiri terkadang memilih untuk sejenak rehat dan melakukan hal yang disukai untuk refreshing. Membaca buku-buku ringan untuk cemilan otak juga bisa jadi solusi mengatasi WB. Biar bagaimanapun, WB bisa terjadi karena kita belum bisa mengekspresikan ide dalam bentuk kata.

Dengan membaca, kita bisa menambah kosa kata. Pada akhirnya, jika diteruskan insya Allah bisa sekaligus mengatasi WB. Terakhir yang bisa menyebabkan WB adalah terlalu perfeksionis.

Ibu Bapak hebat, masih ingat kisah bu Ditta menulis diary berbahasa Inggris yang di ceritakan di awal? Kata Bu Ditta, “Jika saya membuka kembali diary berbahasa Inggris yang saya tulis saat duduk di kelas 2 SMP, saya akan tersenyum bahkan tertawa sendiri. Bagaimana tidak?”.

Grammar nya saja banyak yang tidak sesuai, tapi bu Ditta tetap PD menulis, tak hanya satu, ada dua atau tiga diary. Tetapi, justru itulah salah satu kunci menghadapi WB. Bila saat itu bu Ditta terlalu perfeksionis, terlalu memikirkan apakah tulisan itu sudah sesuai kaidah atau belum, niscaya diary berbahasa Inggris itu tidak akan pernah rampung.

Kondisi menulis dimana kita tidak memikirkan salah eja, salah ketik, koherensi dan sebagainya. Ternyata dalam dunia psikologi dikenal dengan istilah free writing atau menulis bebas.

Nah, jadi siapa di sini yang masih khawatir tulisannya tidak dibaca? Khawatir dinyinyir orang? Khawatir dikritik ahli? Khawatir tulisannya nggak bagus? Dan masiiih banyak kekhawatiran lainnya?.

Yuk, dicoba menulis bebas untuk mengatasi salah satu penyebab WB-nya. Bukankah tulisan yang buruk jauh lebih baik daripada tulisan yang tidak selesai?. So, ayooo semangattt menulisss ...

Nah Bunda Rali, sepertinya dari saya cukup segitu. Selanjutnya kelas dilanjutkan sesi tanya jawab. Penulis karena tertinggal membuat resume, maka dalam pertemuan ini tak banyak yang akan ditampilkan pertanyaan dari peserta.

 

SESI TANYA JAWAB

 

Pertanyaan 1:

Assalamulaikum bu Ditta salam kenal saya Nurhasnah dari UPT SMP Negeri 2 Tigaraksa ibu aktivitas Pengajar Praktik angkatan 3 dan 6 artinya ibu jadi Pengajar Praktik 2 kali. Benarkah? Bukannya hanya satu kali di bolehkan. Keren banget bu. Apa tips ibu menulis  dalam bahasa inggris. Sementra jurusan ibu IPA. Thanks

Jawab:

Wa 'alaikum salam Bu Nurhasanah. Betul, saya dan teman-teman di Subang ditugaskan dua kali. Hal ini sesuai surat edaran dari Kemdikbud yang intinya bila pernah menyelenggarakan PGP, maka Pengajar Praktik diambil dari angkatan sebelumnya, jika kurang akan ditambah dengan Pengajar Praktik baru dengan seleksi reguler.

Terkait bahasa Inggris, saat SMP saya dan 3 sahabat lain ikut les privat Bun tapi gurunya berbeda dengan guru Bahasa Inggris yang meminta saya menulis diary berbahasa Inggris.

Saya selalu ingat yang disampaikan oleh guru saya, bahwa belajar bahasa Inggris itu, tak bisa hanya bicara. Perlu dilatih pula kemampuan mendengar dan menulis dalam bahasa Inggris. Yah, sebagaimana Tes TOEFL dan semacamnya. Kan tidak hanya kemampuan reading saja yang dites. Hehehe... Tips nya sederhana, just do it.

Orang Inggris asli pun tidak selalu terpaku pada grammar kok. Nah kita menulis di chat pun kan tidak melulu menggunakan SPOK toh?

Mereka pun sama, yang penting, kita ngomong/nulis mereka paham, dan mereka ngomong/nulis dan kita paham. That's it. Ini kata master bahasa Inggris saya. Hehehe... So, PD saja Bund.

Kalau masih khawatir kan sekarang hidup sudah semakin mudah, bisa dibantu dicek oleh teman atau oleh Mbah Google.

 

Pertanyaan 2:

Mugiarni dari Kabupaten Tangerang. Salam kenal bu.

almarhum suami saya juga dari Subang. (Kalijati) 👏👏

1. Bagaimana cara memulai untuk memperkenalkan budaya digital pada anak SD.

2. Mengingat sekolah tempat saya mengajar bukan kategori lingkungan yang baik. Orang tua murid cenderung mengatur guru, sementara dg kondisi mereka yang berpengetahuan level bawah ?

Terimakasih

Jawab:

Salam kenal juga Bunda. Wah, Kalijati dekat dari rumah. Sekitar 20 menitan saja. Tangerang juga dekat. Hehehe...  https://www.kompasiana.com/amp/ditta13718/62f536faa51c6f7f06629172/literasi-digital-kemkominfo-bagian-1-literasi-dan-budaya-digital

Untuk menjawab pertanyaan pertama, artikel yang pernah saya buat mungkin bisa sedikit menambah wawasan kita terkait Budaya Digital.

Tulisan tersebut saya buat setelah mengikuti mengikuti Literasi Digital Sektor Pemerintahan Daerah Jawa Barat Tahun 2022 (BPSDM) Batch 5 Bertema Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Pemberdayaan Kapasitas Teknologi Digital Kementerian Kominfo.

Selanjutnya bisa juga membaca Bagian Kedua tentang Etika Digital:

https://www.kompasiana.com/ditta13718/62f53edba51c6f0496200b63/literasi-digital-kemkominfo-bagian-2-etika-digital

Untuk yang nomor dua, saya jadi teringat dengan pengalaman salah satu Guru Penggerak di Angkatan 3. Beliau juga kurang lebih mengalami hal yang sama.

Salah satu kuncinya ada di komunikasi. Guru Penggerak saya menemui tokoh dari kelompok yang anti terhadap sekolah. Tidak sekedar tatap muka di sekolah, Guru Penggerak saya bahkan datang langsung ke rumah beliau. Alhamdulillah hasilnya positif, malah tokoh tersebut jadi curhat terkait hal-hal yang membuatnya anti pada sekolah.

Mungkin bisa dicoba juga Bun.

Sampaikan dengan niat yang baik dan tulus dari hati. Karena apa yang disampaikan dari hati, akan sampai ke hati pula 😊

Semoga bisa membantu (kalau nanti mau wapri juga boleh)

 

Pertanyaan 3:

Assalamu'alaikum, Indah - Banjarnegara

Bagaimana cara mengatasi WB saat kita mengikuti 3 pelatihan sekaligus, seperti yang saya alami saat ini, saya mengikuti pelatihan KBMN 28, tapi juga minat dengan tantangan Prof. Ekoji, dan juga program dari pak Dail... Semuanya hanya membutuhkan waktu singkat, kadang kalau digunakan untuk membaca-baca seperti ada waktu yang hilang, mohon pencerahannya agar semuanya dapat terselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan.

Jawab:

Wa 'alaikum salam Bu Indah. Setengah dari pertanyaan adalah jawaban. Saya yakin sebetulnya Bu Indah sudah tahu jawaban cara mengatasi WB yang berkaitan dengan waktu. 😊

Kalau saya di posisi Ibu, saya akan membuat skala prioritas dan jadwal menulis. Insya Allah ketiga-tiganya akan bisa dijalani dengan baik asal kita istiqomah dengan jadwal yang telah kita tetapkan.

 

Cari dan kenali waktu emas Bu Indah dalam menulis (karena tiap orang bisa berbeda).

Apakah Bu Indah senang menulis di kala subuh? Sebelum tidur? Saat jeda istirahat?

Menulislah di waktu terbaik tersebut 😊

Semoga membantu

 

Pertanyaan 4:

Assalamualaikum....

Saya Wahyuning dari Jakarta Pusat. kalimat akhir yang menusuk di dada, tulisan buruh lebih baik dari pada tulisan yang tidak selesai. Nyesek dadaku Ibu guru hehe..... Tetapi boleh dong berikan tips dan trik dari Bu Dita yang cantik ini untuk saya agar bisa menyelesaikan satu persatu karya yang masih menjadi draft di laptop? terima kasih

Jawab:

Ehehehe... Tenang tenang, saya juga pernah kok membuat tulisan tulisan buruk. Tapi toh itu tetap berkesan ketika dibaca ulang 😁

Tips dari saya, coba buka kembali kemudian kelompokkan. Siapa tau bisa jadi buku. Buku solo pertama saya berjudul Lelaki di Ladang Tebu juga asalnya kumpulan draft cerpen di laptop. Kuatkan tekad, olah kembali. Kalau bisa sambil membuat daftar isi.

Mulai dari akhir (bayangkan bukunya sudah jadi, bukan sekedar draft lagi). Dan tentu saja: mulai menulis. Mari kita ingat bersama bahwa menulis adalah kata kerja. Artinya harus dilakukan baru ia akan bermakna. Semangat!

 

Pertanyaan 5:

Assalamu'alaikum Wr Wb  ..

R. Agung PS, Jakarta. Saya sudah merasakan writer's block ketika tulisan saya sedikit yang membaca.  Muncul di sana keengganan untuk menulis lagi. Apakah yang harus saya lakukan. Menulis dengan topik aktual tetapi kurang dikuasai, atau terus menulis tanpa menghiraukan jumlah pembaca?

Jawab:

Wa 'alaikum salam... Pak Agung, saya juga pernah merasa di posisi Pak Agung. Sedih memang ketika sudah menulis dengan kesungguhan hati namun masih sedikit yang membaca. Tetapi, kalau boleh saya tanyakan ... apa sebetulnya niat Pak Agung dalam menulis?. Seingat saya Prof Eko juga menyarankan agar kita menulis sesuai dengan minat kita atau yang kita kuasai. Namun, jika niat Pak Agung memang menulis agar bisa dibaca banyak orang, banyak cara yang bisa ditempuh. Tetap konsisten menulis dan berbagi tulisan, atau ikut kelas menulis khusus untuk freelance seperti ghost writer, content writer, dll.

Berbeda jika ternyata Pak Agung memiliki niat lain. Misal, untuk berbagi pengalaman. Maka, jangan jadikan jumlah pembaca sebagai patokan. Karena setiap penulis akan menemukan takdir pada para pembacanya. Yakin, bahwa setiap tulisan yang kita buat akan tetap bermanfaat walau hanya untuk satu orang. Bukankah, satu tulisan yang bermanfaat atau menginspirasi bagi satu orang, akan lebih baik daripada tulisan yang dibaca banyak orang tetapi mudah dilupakan?

Saya yakin, jika Pak Agung tetap menulis, kelak tulisan Pak Agung akan dibaca oleh banyak orang, sebanyak yang Pak Agung mau, insya Allah 😊

Semangat, Pak Agung 👍🏻

 

Pertanyaan 6:

Assalamu'alaikum. Nama saya Rahman Sumenep, Mau tanya bu, bagaimana cara kita untuk menghilangkan rasa keragu-raguan saat menulis, karena ide mandek di tengah jalan. Terima kasih.

Jawab:

Wa 'alaikum Pak Rahman. Yuk, menulis dengan teknik free writing alias menulis bebas. Saat mandek, coba tulis saja: "Sekarang ini saya sedang buntu menulis. Entah mengapa tiba-tiba mandek. Seperti sedang berlari sprint lantas menabrak tembok .... dst." Atau bisa juga:

"Jujur, saat ini aku ragu. Ragu jika tulisanku ini seindah pelangi. Seharum mawar. Atau sebaik intan yang akan dipandang banyak orang. Banyak ketakutan yang muncul dalam benakku ... dst"

Nah kan meski mandek, dengan teknik free writing (biarkan tangan menulis dan ide muncul belakangan, tak perlu bingung benar salah yang penting nulis). Eh belom beres ya 😅

Dengan teknik free writing, insya Allah bisa kabur tuh virus WB nya. Selamat mencoba!.

 

Pertanyaan 7:

Assalamualaikum, saya Maria Ulfa dari Lombok,  pertanyaan saya:

1. Apa kita jg bisa meraih mimpi seperti Ibu Ditta yang hebat, walau kami tidak se-getol Bu Ditta?

2. Apa yang paling penting dipersiapkan utk menjadi seorang penulis. Terima kasih

Jawab:

Wa 'alaikum salam Bu Maria.

1. Pasti bisa dooong, yakin.

2. Mental seorang penulis. Jika berkenan, silakan simak video yang saya buat tentang mental seorang penulis ya Bund: https://youtu.be/UkRDLmA4dUY

 

Pertanyaan 8:

Saya Umatun Nur Islamiyati peserta KBMN 28 dari Kemenag Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Saya penulis awam dan masih awal. Semangat menulis karena kagum kepada Bunda Lilis sutikno.

Pertanyaan: Bagaimana trik trik biar bisa menulis yang bermutu. Saya mulai menulis sudah setua ini umur saya yaitu 50 tahun  lebih. Tetapi saya tetap semangat.

Jawab:

Wah, terima kasih... Kisah Bunda Lilis dan Bunda Kanjeng cocok jadi inspirasi nih untuk kasus Bunda. Untuk tipsnya "practice makes perfect" dan perbanyak membaca terkait dengan apa yang akan kita tulis.

Misal jika Bunda senang menulis puisi, maka mari membaca karya-karya sastrawan terkemuka.

Bila senang cerpen, mari perbanyak baca cerpen yang berhasil dimuat di media massa atau karya cerpenis populer.

Membacanya harus seperti kacang goreng. Dinikmati, diresapi kata-katanya, kenali diksi yang digunakan, dsb. Bukankah makan kacang goreng lebih nikmat bila perlahan, bukan sekaligus 😁

Lain halnya jika ingin menulis karya ilmiah, ya mesti mau membaca jurnal. Hehehe... Saya pernah baca tulisan Prof. Ngainun, jika ingin menulis jurnal, setidaknya kita harus membaca beberapa volume dari jurnal yang kita targetkan. Eh ini berganti ya... Pokoknya tetap semangat ya Bun. Usia bukan halangan bagi seseorang untuk bisa menjadi penulis andal.

 

Pertanyaan 9:

Saya Pak Wigung dari Gunung Kidul dari Yogyakarta. Apakah WB termasuk penyakit, Bu?

Ehehe... itu istilah saya saja Pak, karena berdasarkan pengalaman bisa datang berulang kali. Misalnya yang saya alami, saya pernah terkena WB karena lelah fisik. Di waktu lain, saya terkena WB karena terlalu perfeksionis.

Saya katakan "penyakit" karena memang jika dibiarkan, dampaknya bisa fatal. Tak produktif lagi.

 

Pertanyaan 10:

Pak Etik Nurinto, S.Pd.SD. Dari : Pemalang

Apa yang menurut Bu Ditta paling sulit saat menulis dan bagaimana mengatasinya?

Jawab:

Wahhh, Pak Etik ini teman saya, Hmm..., pertanyaan sulit. Yang paling sulit saat menulis menurut saya adalah percaya dengan tulisan sendiri.

 

Terkadang kita baru percaya tulisan kita baik, ketika ada orang yang berkomentar baik. Kita terlalu khawatir dengan penilaian orang lain, padahal sejatinya tak pernah ada manusia yang sempurna. Buku buku best seller pun ada edisi revisinya, kan?

Cara mengatasinya ...

Dengan mengingat niat awal kita menulis. Mengingat kembali masa masa dimana kita menikmati proses menulis itu sendiri. Dan tak lupa berdoa. Seperti malam ini, sebelum menulis di grup ini, saya juga meminta doa pada kedua orang tua saya 😊

Nah loh, malah nggak singkat lagi. Maafkan...

 

Moderator menyampaikan bahwa, “Masih ada 12 pertanyaan. Mohon kesediaan bu Ditta untuk menjawab melalaui blog dan mohon bu Ditta memberikan closing statement”. Bu Ditta menjawab moderator, “Ada pepatah yang mengatakan: "It doesn't matter how brilliant is your brain. If u do not speak up, it would be zero."

Mari, tuangkan dan sampaikan ide-ide kita, pemikiran pemikiran kita, perasaan perasaan kita agar menjadi lebih bermakna. Terima kasih Bunda Rali dan bunda Chita serta Ibu Bapak hebat semua.

Moderator ibu Raliyanti menyampaikan pesan dan sedikit tips yang saya kutip dari seorang penulis bernama Mark Twain: "Rahasia untuk maju adalah memulai. Rahasia untuk memulai adalah memecah tugas-tugas rumit Anda yang luar biasa menjadi tugas-tugas kecil yang dapat dikelola, dan kemudian memulai dari yang pertama”.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SUAMI DAN KERIDHOANNYA (K.H. Maimun Zubair)

KATA SAMBUTAN ANTOLOGI CERPEN

PROFIL IBU GURU CANTIK