FEBRUARI CERIA HARI KE-2

 

PAK RONI DOSEN HEBAT


Kampus ITATS dan ISO 9001:2015

          Bicara tentang pendidikan bukan hanya bicara tentang kurikulum saja. Pendidikan itu luas, jika kita kupas satu persatu maka setebal berapapun buku yang akan kita cetak tak akan sanggup memuat kisah dengan tema pendidikan.

Tantangan Pengurus Besar PGRI dalam program Februari Ceria 2023, mengusung tema pendidikan. Syaratnya mudah, cukup menulis setiap hari dan ditampilkan dalam blog pribadi atau blog keroyokan seperti Kompasiana.

Saya mengikuti program tersebut, ingin mengembangkan profesi menulis dan meningkatkan diri menjadi penulis yang baik. Selain juga memiliki harapan tulisan saya ini lolos masuk dalam penerbit mayor PT. Andi Yogyakarta. Bismillah...

Judul di atas saya ambil dari nama dosen anak lelaki nomor empat, yang bernama Muhammad Iqbal Alauddin. Nama dosen tersebut Pak Roni. Beliau adalah dosen yang paling di segani anak-anak teknik mesin Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS).

Saya tertarik menulis tentang beliau, sebab ada kenangan indah ketika anak saya masuk kuliah hari pertama masa pandemi covid-19. Selama ini anak saya sekolah di kota Surabaya Jawa Timur. Setiap awal masuk sekolah selalu saya yang mengantarkan sampai di sekolah.

Naluri seorang ibu akan berat jika anaknya pergi jauh dari jangkauannya. Setiap ibu akan memiliki rasa itu, jika anaknya pergi jauh untuk waktu yang lama. Ketika itu, Iqbal kami sekeluarga biasa memanggilnya, berangkat ke Surabaya sendirian. Tujuannya sekolah dan jadi mahasiswa baru di ITATS.

Dalam hatiku, Ya Allah... Anakku sudah besar, sudah mahasiswa. Selama ini aku yang selalu mengantarkan sampai ke sekolahnya. Masih segar dalam ingatan saya, ketika Iqbal masa orientasi masuk Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren At-Tauhid Surabaya.

Saya menunggunya dan memperhatikan dari lantai atas sekolahnya, karena besoknya saya harus terbang ke Kupang Nusa Tenggara Timur, dan entah untuk waktu berapa lama saya akan jauh darinya. Saya melihat Iqbal berbaris mengenakan pakaian hitam putih pakai kalung namanya dengan kardus besar.

Mereka berbaris seperti Tentara Nasional Indonesia, salah bergerak, dan salah melangkah akan mendapatkan hukuman dari guru dan seniornya. Saya perhatikan betul langkah demi langkahnya dari lantai atas gerakan Iqbal ketika itu. Sambil saya terus berdzikir dan berdoa agar Iqbal tidak melakukan kesalahan sedikitpun.

Begitulah hati seorang ibu kepada anak-anaknya. Dzikir dan doa adalah senjatanya agar anaknya mencapai sukses di dunia dan akherat. Ketika masuk kuliah, hal itu tidak saya lakukan. Karena kondisi covid belum stabil, saya juga tidak berani mengambil resiko kesehatan untuk mengantarkan Iqbal ke Surabaya.

Alhamdulillah... Saya sempat beberapa bulan menemani Iqbal kuliah awal melalui zoom. Ketika awal kuliah, Iqbal melalui zoom dari kamar kami. Mama saya mau kuliah melalui zoom, mama temani Iqbal kuliah dengan zoom.

Malam itu saya menemani Iqbal kuliah dengan laptop baru. Saya juga belum familiar dengan laptop barunya. Alhamdulillah kuliah selama seminggu saya ikuti bersama Iqbal, aman terkendali. Iqbal aman saya juga lega.

Dari kuliahnya lewat laptop setiap malam selalu saya dampingi, dan saya arahkan bagaimana kuliah melalui zoom. Pakaiannya di jaga harus sopan, bicaranya juga harus dengan suara pelan. Tidak boleh dengan suara keras apalagi kasar.

Komunikasi dalam laptop dengan dosennya saya ikuti satu persatu. Ada yang menurut saya unik, ketika mata kuliah agama Islam. Dosennya adalah guru besar IAIN Sunan Ampel Surabaya. Beliau sudah lama menjadi dosen di ITATS.

Dalam pembelajaran malam itu, beliau bertanya, “Kalian lahir tahun berapa?”. Mahasiswa menjawab, termasuk Iqbal anak saya menjawab tahun 2003 Pak. Seketika itu, Profesor langsung menyampaikan. “Dalam kelas kalian harus memanggil saya Profesor ya. Tidak boleh memanggil Pak, saya ini guru besar dan sudah lama mengabdi di kampus ini. Bahkan sebelum kalian lahir, saya sudah menjadi dosen di sini.

Hal-hal seperti ini langsung saya sampaikan kepada Iqbal. Ingat pesan Profesor, tidak boleh memanggil Pak, harus Profesor!. Tiba waktu dimana Iqbal merasa takut, karena dosennya adalah dosen paling galak di kampus.

Saya kaget ketika Iqbal mengirimkan WhatsApp ketika saya masih di sekolah. “Mama cepat pulang, dosen saya galak Maa malam ini”. Saya langsung pulang ke rumah, saya tanyakan kepadanya. “Iqbal tahu dari mana Dosennya galak?...” Siapa nama dosennya?...

Namanya Pak Roni, saya tahu dari group WhatsApp ada yang memberitahu, karena kakaknya dulu juga di kampus ITATS Maa. Lalu saya tanyakan, bagaimana galaknya Pak Roni, coba ceritakan kepada Mama. Sebab Mama juga seorang guru, tak ada guru yang akan makan siswanya kalau siswanya berbuat baik.

Ya Allah... ternyata karena disiplin yang kuat, Iqbal bilang, Pak Roni itu galak. Cerita Iqbal hanya sedikit, bahwa “Ketika Pak Roni masuk kelas, jangan coba-coba ada mahasiswa terlambat masuk. Ketika itu terjadi, maka Pak Roni akan usir kita keluar kelas. Begitupun dalam zoom ini Maa”.

Saya tertawa ngakak... ha ha ha... Iqbal tahu, bagaimana galaknya Mama ketika mengajar di kelas?... Lebih dari Pak Roni dosennya Iqbal yang galak itu. Setiap guru jika muridnya berbuat tak sesuai aturan akan bertindak seperti itu. Begitupun dengan mama!.

Malam itu saya ikuti pembelajaran Pak Roni, ternyata aman-aman saja. Saya jadi tertarik ingin berkenalan dengan Pak Roni. Alhamdulillah... saya mendapatkan nomor beliau, langsung saya kirim pesan melalui WhatsApp.

Komunikasi saya sebagai orang tua mahasiswa juga kekwatiran saya sebagai ibu saya sampaikan kepada beliau. Termasuk bagaimana anak saya takut kepada beliau. Secara psikologis, hal ini akan menghambat pemkembangan perkuliahan Iqbal nantinya.

Sebagai orang tua saya kuatir, sebab anak sulung kami bermasalah dengan dosen pada tahap akhir perkuliahan akhirnya DO (Drop Out) dari Kampusnya. Tetangga sebelah rumah juga bernasib sama, karena alasan inilah saya harus mengabarkan kepada Pak Roni sebagai dosen anak saya.

Agar Iqbal tidak mengalami nasib sama dengan kakak sulungnya. Banyak hal saya belajar dari Pak Roni sebagai guru. Banyak hal saya belajar dari Pak Roni menjadi dosen yang di segani mahasiswa juga bijaksana penuh kasih kepada sesama.

Awal Iqbal di Surabaya karena jauh dari orang tua, saya banyak minta bantuan kepada Pak Roni tentang administrasi di kampus. Padahal kalau di telusuri Pak Roni bukan bagian administrasi kampus. Inilah lebihnya Pak Roni sebagai dosen tidak egois dengan posisi amannya sebagai dosen.

Pak Roni sangat tanggap dengan segala keluhan saya, setelah Iqbal pindah semester dan masuklah saya dalam group wali kelas teknik mesin bersama walikelasnya Iqbal. Sejak saat itu saya tidak berani menghubungi Pak Roni, bukan masalah apa-apa.

Jujur saya merasa tak enak hati jika harus berkomunikasi dengan Pak Roni lagi, sementara anak saya sudah memiliki dosen wali. Tetapi dalam keadaan tertentu, ketika anak saya mengalami masalah di kampusnya. Saya merasa ingin bicara dan diskusi tentang pendidikan Iqbal dengan Pak Roni.

Bagi saya, guru yang baik adalah guru yang peduli terhadap keluhan anak didiknya. Apapun masalahnya, guru harus mampu merangkul dan membimbing anak didiknya dengan penuh kasih tanpa pilih kasih. Serta berkarakter mulia, dalam proses pendidikan yang tidak instan.

Sebab, bicara tentang pendidikan bukan bicara masalah angka-angka, lulus dan tidak lulus, naik kelas atau tidak naik kelas. Tetapi lebih luas lagi bicara tentang pendidikan sama dengan bicara tentang keridho’an Allah terhadap setiap insan yang ada dalam dunia pendidikan itu sendiri.

 

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SUAMI DAN KERIDHOANNYA (K.H. Maimun Zubair)

KATA SAMBUTAN ANTOLOGI CERPEN

PROFIL IBU GURU CANTIK