FEBRUARI CERIA HARI KE-14
IBU
GURU TERBAIK
Ibu Sukijah Binti Gito Kaiman
(Almarhumah)
Ketika Umroh bersama saya tahun
2012
Tulisan
ini bertepatan dengan hari kasih sayang, 14 Februari 2023. Saya mendapatkan
kiriman ucapan kasih sayang penuh cinta dari Kak Nus. Penulis buku “Panggil Aku
NUS”. Bersamaan mengirimkan kartu ucapan Valentine Kak Nus mengirimkan 6 tulisan
karya siswa-siswinya di sekolah.
Hampir setiap hari saya
edit tulisan yang akan di cetak menjadi buku. Kali ini dapat kiriman naskah
dari perguruan Adven Amarasi di Ponain, kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur.
Setelah memberikan motivasi kepada guru-guru untuk menulis buku, saya meminta
guru-guru berbuat hal yang sama seperti diri saya.
Agar
ada banyak kisah di Nusa Tenggara Timur, khususnya kabupaten Kupang diketahui
oleh banyak orang di seluruh dunia. Kisah ini adalah hasil editor buku ibu
Naphita Rakmeni, salah satu guru di perguruan Adven Ponain yang sedang
dikonsultasikan kepada saya untuk cetak buku antologi muridnya. Ada 6 kisah
inspirasi beliau kirimkan kepada saya hari ini.
Saya
selalu membaca kisah-kisah tersebut, pada kisah ini saya teringat perjuangan
ibu membesarkan saya hingga kini saya menjadi kepala sekolah di SMP Negeri 3 Kupang
Barat kabupaten Kupang. Ibu yang memberikan saya gambaran cita-cita untuk
menjadi guru.
Saya sejak remaja tidak
ingin menjadi guru!. Cita-cita saya sejak kecil ingin menjadi polisi!. Atau
pegawai Bank. Ibu yang memberikan gambaran menjadi guru enak nduuk (Nduk itu
sebutan untuk anak perempuan pada orang Jawa). “Enaknya apa bu?...” tanya saya.
Ibuku menjawab, “Jadi guru itu banyak liburnya, kalau muridnya libur gurunya
juga libur. Besok kalau Pipin sudah jadi ibu, anak-anak banyak bersama ibunya”.
Alasan yang masuk akal
saya, jika saya kenang tentang ibu saya. Lucu juga ya? Ha ha ha... Padahal saat
ini justru waktu libur anak sekolah kita di sibukkan dengan kurikulum baru yang
selalu berubah-ubah.
Membaca kisah ini,
mengalir air mata saya tak terbendung, pada detik-detik terakhir kisah ini
hujan air mata membasahi kedua pipi saya. Membayangkan ibu saya juga telah
tiada, tepat pada 9 Januari 2022. Kini saya benar-benar menjadi guru seperti
cita-cita beliau ketika saya kecil dulu.
Sungguh hebat ibu dari
Mey Tobing ini, penulis cilik dengan papa yang berasal dari Sumatera Utara. Mey
menuliskan kisah ini dengan tidak menyebutkan nama ibunya juga papanya. Agar
pembaca tidak tahu siapa Mey Tobing ini sebenarnya? Berasal dari keturunan
marga Tobing yang mana?.
Ketika ditanya oleh
gurunya, “Mengapa nama mama dan papa tak disebutkan?”. Mey menjawab, “Ini aib
keluarga saya bu guru, biar saya yang tahu”. Sebagai pembaca tulisannya saya
dibuat bercucuran air mata, tetapi saya tak tahu dari mana asal usul Tobing di
belakang namanya itu, dan dari keturunan mana anak Tobing dibelakang nama Mey?.
Inilah kisahnya, semoga menginspirasi.
“MAMAKU
WANITA HEBAT”
Aku
anak kedua dari tiga besaudara, aku tahu kalau aku punya papa dan mama, tapi akhir-akhir ini aku dan adikku hanya memiliki mama, walaupun
papa kami masih hidup. Awalnya keluarga kami sangat bahagia ibuku menikah
dengan seorang pria berdarah batak (Medan, Sumatera Utara). Aku lahir dikota metropolitan, hidup enak di Jakarta, seakan tak ada beban
apapun yang kami rasakan.
Aku, papa, mama, dan adik perempuanku bernama Cantiqa
Tobing dan aku diberi nama Mey Christine
Tobing dengan sapaan Mey, hidup kami normal seperti keluarga lain.
Mamaku ibu rumah tangga saja, papaku yang bekerja keras untuk kami.
Aku, mama dan Tika tinggal di Sukabumi, papa di
Jakarta semua berjalan normal aktivitas
berjalan seakan berirama tetap, bangun tidur mandi, makan, bermain, karena masih kecil belum sekolah, menemani mama yang sambil menjaga adik
menyelesaikan pekerjaan rumah, papa pergi bekerja pulang sudah maghrib membawa makanan dan kebutuhan rumah tangga
yang dibutuhkan.
Adikku
juga sudah mulai mengoceh menunjukan kelucuan, kulitnya putih bersih, ada
lesung pipinya, rambutnya berwarna kepirangan, manis nian adikku ini. Dia
seperti boneka bagiku, teman mengoceh tak beraturan tapi aku bisa tertawa
bahagia.
Kakak
laki lakiku tinggal di kampung, Ponain,
Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, bersama kakek dan nenek karena kakakku sekolah
disana, di Perguruan Advent Ponain.
Mama punya
harapan kalau kakakuku, aku dan adikku akn menempuh pendidikan tinggi sehingga bisa bekerja lebih
layak, bukan seperti mama yang tak sempat menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menengah Atas (SMA). Karena berbagai
halangan. Ketika tak dapat
menyelesaikan pendidikan SMA-nya dikampung mama
bertekad berangkat ke Jakarta mengadu nasib agar ketika berkeluarga anak-anaknya
lebih baik pendidikannya dari mama.
Di ibu
kota Negara inilah mama bertemu dengan orang yang jatuh cinta padanya dan siap
mempersuntingnya menjadi istri, yang akhirnya melahirkan kami anak anaknnya. Ketika aku mulai sekolah kami masih di Sukabumi
Papa di Jakarta, mama pagi-pagi mengurus sarapan kami lalu mengantar kami
kesekolah Taman Kanak-Kanak (TK). Kemudian mama sambil menunggu jam sekolah berakhir ia
ke pasar berjualan buah dipasar, memang mamaku orang yang tenang, tak mau membebani orang lain jadi harus ada
sesuatu yang dikerjakan agar mendapatkan uang.
Suasana bahagia hanya berlangsung beberapa
tahun saja, tiba tiba mamaku sakit, semakin hari badannya semakin menyusut,
hingga badannya yang dulu gemuk kini tinggal kulit membungkus tulang.
Karena
kesulitan mengurus aku dan adikku yang masih kecil, dan harus pula mengurus mama yang sakit papa
meminta kami untuk pulang ke kampung mamaku. Agar bisa berobat dan dijaga oleh
keluarga, papa tinggal di Jakarta terus bekerja mencari nafkah dan uang pengobatan mama saat itu
aku kelas 1 Sekolah Dasar, adikku sekolah di Taman Kanak-Kanak.
Hari
yang kami nantikan tiba. Aku, mama, dan adikku diantar ke pelabuhan Tanjung Priuk. Kami bertiga berlayar menggunakan
kapal laut ke Kupang Nusa Tenggara Timur diantar beberapa keluarga yang tinggal
di Jakarata.
Ke ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur tujuan
kami. Selama seminggu kami di atas kapal. Berlayar diterjang ombak dan badai di
tengah laut. Tibalah kami di pelabuhan Tenau. Kapal bersandar dan kami turun
dari tangga kapal bertiga. Kami melanjutkan lagi perjalanan menuju kabupaten
Kupang desa Ponain Kecamatan Amarasi.
Puji Tuhan, kami tiba dengan selamat di rumah kakek dan nenek. Ini kampung kita, rumah
mama, disini kita akan tinggal beberapa waktu hingga mama sembuh. Aku senang ada keluarga yang banyak mengurus
mama. Akhirnya dengan berobat rutin di Klinik Advent Ponain dan mengokonsumsi
tablet china menurut tanteku mama
berangsur pulih.
Ketika mama merasa lebih sehat kami kembali
lagi ke Jakarta, rutinitas kembali berlanjut bahkan berulang. Ketika aku duduk
di kelas 6 bangku sekolah dasar mamaku kembali sakit. Kelihatannya mamaku semakin parah badannya
kembali termakan penyakit hingga kurus kering, papa meminta mama agar kembali
ke kampong lagi. Mama menurut saja kami
diboyong sekali lagi ke kampung mamaku.
Dengan berjalannya
waktu papa perlahan-lahan tak lagi menghubungi mama dan kami, akhirnya
komunikasi terputus tak berkabar lagi papaku. Aku merasa ini adalah beban terbesar mamaku. Sehingga mama terus sakit, kehilangan pendamping hidupnya akhirnya
kesehatan mama yang sebenarnya sudah mulai membaik kembali drop.
Mama harus berpikir bagaimana cara menghidupi
aku dan adikku, kakakku sudah bekerja di Jakarta jadi tak lagi membebani mama.
Sebenarnya opung (mama dari papaku masih berkhabar, namboruku juga (Saudara
perempuan papaku).
Waktu terus bergulir mama tak mau terbuai
dengan sakitnya ia mulai bangkit dan mau bekerja walau fisiknya lemah, rela
menjadi pengasuh anak dari bidan desa yang tinggal tak jauh dari rumah kami,
semua pekerjaan yang bisa dikerjakan dan ada imbalan uang mama pasti
megambilnya.
Aku mulai melihat pejuangan yang dibuat mamaku
untukku dan adikku.
Perjuangan mama untuk sembuh dari sakit itu sudah cukup bagiku. Tetapi mama
bukan wanita biasa, mama adalah wanita kuat yang dikirim Tuhan untuk aku dan
adikku.
Perjuangan Mama membuahkan hasil. Untuk memudahkan mama mengurus dan membiayai kami. Gereja Masehi Advent
Hari Ketujuh Jemaat Nasikou memberikan pekerjaan kepada mama sebagai koster
yang kerjanya membersihkan gereja sampai
kehalamannya, dengan upah yang pantas diterima.
Dari hasil kerja mama aku dan adikku terus
melanjutkan pendidikan di Perguruan Advent Ponain. Sekarang aku duduk dikelas sembilan
Sekolah Menengah Pertama Advent 1 Amarasi dan adikku kelas tujuh. Hingga pada titik ini, aku dan adik menjadi
penghibur mama dalam menjalani hari tuanya.
Di bulan Oktober 2022 mama kembali mengalami sakit, karena memang tubuhnya sudah
`rentan semua hasil` diagnosa dokter mama sakit paru-paru. Aku mulai gelisah
dan berpikir bagaimana keadaan mama kalau selalu sakit. Untung mama masih
tertolong karena cepat dibawa kerumah sakit, tetapi dokter menyarankan agar
mama dibawa ke rumah sakit jiwa karena ketergantungannya terhadap handphone-nya telah membuat otak mamaku rusak, atau mulai terganggu syarafnya.
Namun, keluarga menolak untuk dirawat di rumah sakit jiwa.
Aku mengerti kenapa mama tiap malam berkutit
dengan handphonenya karena hanya itu hiburan baginya. Aku membiarkan mama melakukan itu, untuk mengusir sepinya, sakit tubuhnya, juga
sakit hatinya. Serta kerinduannya kepada papa yang tak tahu dimana. Papa adalah segala-galanya bagi mamaku, papa adalah cinta mama satu-satunya, papa belahan jiwa mamaku.
Sifat mama yang tenang mengajariku kalaupun
sakit tak harus membebani orang lain, tak harus membuat orang lain berpikir
karena kebergantungan kita. Mamaku adalah wanita periang, rajin, dan jujur, loyal tak pernah
pelit.
Ketika dibawa pulang dari rumah sakit keluarga
terutama kakek dan tanteku mengurus mama dengan sangat baik dan telaten
akhirnya mama kembali sehat walaupun badannya tetap tak bertambah berat
badannya.
Semenjak keluar dari rumah sakit sifat mama semakin banyak terlihat lebih
baik dari hari ke hari. Karena musim
hujan sebentar lagi akan tiba mama setiap pagi setelah aku dan adikku Cantiqa
berangkat ke sekolah mama berangkat juga ke kebun.
Mama mengumpulkan kayu api bekal musim hujan, itu menjadi
kegiatan rutinnya selama bulan Oktober 2022. Kadang
mama terlihat menahan sakit, dan terasa lelah tapi ketika ditanya jawaban mama selalu sama mama sehat dan kuat!.
Inilah hebatnya mamaku.
Ketika punya uang setelah upah koster digereja
diterima mama akan ke pasar, setiap ke psar tanteku ditanya butuh sayur apa kak? Atau mau dibelikan apa? Semua oang
rumah akan dapat penganan yang dibeli dari pasar. Kakak perempuan mama yang
bekerja di Singapura juga memperhatikan kami dalam hal keuangan untuk biaya
sekolah dan pengobatan mama.
Bulan Desember tahun 2022 aku mengikuti ulangan semester ganjil, mama
masih sehat aku lihat, di tanggal 7 Desember tahun 2022 ketika aku akan mengikuti ujian praktek
Prakarya mamaku drop. Benar-benar drop malam itu giginya gemerutuk,
matanya tak bercahaya seperti biasa. Senyumnya hilang, tubuhnya menggiggil, tak ada sesuap nasi pun masuk kedalam mulutnya. Ketika aku perhatikan sudah dua
hari ini mama memang tak makan, pagi tadi tubuhnya dibungkus kain, setelah kembali
dari kebun mengumpulkan kayu api.
Aku tak
ada firasat kalau malam ini terakhir aku memeluk mama, adikku memijit tubuhnya, tak ada respon dari tubuhnya, Cantiqa mencoba memapah mama
untuk duduk agar bisa disuapi makanan. Mama tak sanggup lagi untuk duduk. Lunglai tubuh mama, akhirnya Cantiqa kembali membaringkan tubuh mama di
tempat tidur.
Malam
ini kami biarkan mama dalam lemahnya, dengan semua ini. Malam itu tak tahu, mengapa, semua mobil yang
keluarga coba untuk carter
(sewa ke rumah sakit) semua berhalangan. Kami tunda sampai besok pagi
baru ingin mengantarnya ke ruamah sakit. Aku benar-benar tidur pulas, adikku
juga pulas di dalam genggaman tangan mama.
Kami terbangun ketika tetangga membangunkan
kami, rupanya mamaku sudah gelisah sekali, matanya menatap tajam kedepan,
adikku memanggil-manggil mama. Matanya yang tajam menatap tetapi tangannya menepis tangan Cantiqa yang
mengelus lembut kulit pahanya, hari ini terakhir kulihat mama pagi itu napasnya
yang terkahir keluar dengan tenang, tanpa jeritan.
Tepat pada tanggal 8 Desember 2022 pukul 06.00 pagi waktu Indonesia Tengah mamaku meninggalkan aku dan adik, kakak laki-lakiku. Ketika itu dunia terasa gelap, aku
menjerit histeris ketika tubuh mama terkulai tenang, kini kami yatim-piatu. Tidak punya papa dan tak
punya mama, kalau aku atau adikku sakit siapa yang akan merawat kami berdua?.
Air mata ini tak bisa mengusir pedih yang tak
dapat kulukiskan dengan kata-kata di kisah hidupku.
Mama telah memberi contoh untuk berjuang walau sakit demi kami anak-anaknya.
Mama jasamu tak sempat kubalas, aku hanya dapat teriakan dalam kalimat untuk bisa mengukirnya. Agar aku bisa mengenang mama setiap saat dan sepanjang
hidupku.
Keluarga mulai memadati rumah kakek tempat
tinggal kami. Semua menagis, sedih, banyak sekali
yang menangisi ibuku, karena aku dan tika
yang sebentar lagi akan hidup sendiri tanpa dirinya. Aku selain sedih bersyukur
banyak yang sangat mengasihi mamaku. Mama bagaikan malaikat bagiku, juga sekelilingnya.
Hari
ini aku berjanji untuk membuatmu bahagia walau itu tak lagi mama tahu, dan
rasakan. Aku akan menjadi kakak
melindungi Tika agar kami tetap sekolah mama. Tenanglah bersama damai Tuhan memeluk mama di surga.
Mama... Akan aku lanjutkan hidup ini bersama orang-orrang baik di
sekelilingku. Seperti mama selalu berbuat baik kepada sesama, sikap itu melekat
dalam ingatanku dan memberikan tauladan baik kepada kami. I love you forever
mama...
Kisahnya membuat sedih. Sangat menginspirasi
BalasHapusMey, Bu Ut ikut berduka atas kepergian Mama. Semoga Tuhan memeluknya dalam damai. Sayang, kepergian Mama memang membuat sedih. mama bukan saja orang yang melahirkan kita, tetapi sekaligus adalah orang yang paling berjasa dalam hidup kita. pastilah banyak kenangan bersamanya. Tetapi kesedihan itu tidak boleh berlarut. Nanda Mey harus tegar, kuat. Karena sekarang nanda bukan saja seorang kakak untuk adik Cantiqa, tetapi sekaligus menjadi ibu, mama baginya. Pengganti mama yang sudah lebih dulu pulang. Kalian masih punya masa depan. Perjalanan mungkin saja masih panjang. Bersama Kakak, yang sekarang jauh di perantauan, kalian harus rukun, saling bahu membahu untuk mewujudkan cita-cita orang tua. Mudah-mudahan kalian masih berkesempatan untuk bertemu papa ya. Bu Ut ikut berdoa. Selamat berjuang anak-anakku. Tuhan selalu bersama kalian.
BalasHapus